Cari Blog Ini

Analisis Proses Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Berdasarkan Tradisi Sosial Budaya.

Analisis Proses Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Berdasarkan Tradisi Sosial Budaya.
Tiga Varian Tradisi Sosial Budaya

1) Sosial Lingustik :
Varian ini lebih berbicara mengenai bahasa, arti bahasa tergantung pada penggunaannya. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Bahasa adalah suatu permainan sebab orang- orang mengikuti aturan untuk berbuat berbagai hal dengan bahasa. Apabila dikaitkan dengan proses pemilihan dan pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tentunya dapat dilihat dari pidato Presiden SBY pada saat mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan saat jumpa pers di kediaman Puri Cikeas setelah mewawancarai para calon menteri yang akan mengisis

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Bahasa yang dipergunakan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada saat jumpa pers di kediamannya lebih menggunakan bahasa sehari- hari dan lebih berkesan santai. Sapaan- sapaan Bapak SBY kepada wartawan yang ada di Cikeas juga terkesan santai. Meskipun menggunakan bahasa sehari- hari dan terkesan santai, akan tetapi Presiden SBY dapat menyampaikan informasi mengenai hasil wawancara dan proses wawancara yang dilakukan kepada para calon menteri. Dalam jumpa pers tersebut Presiden SBY beberapa kali menekankan transparansi jalannya proses wawancara, sehingga rakyat pun dapat mengetahuinya. Kalimat- kalimat yang digunakan Presiden SBY untuk menjelaskan proses wawancara memang cukup dapat mengarahkan opini rakyat seperti yang diinginkan oleh Presiden SBY, tentunya dengan bantuan media.
Sedangkan ketika Pidato Presiden saat mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II lebih bersifat formal, karena memang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bahasa- bahasa yang digunakan pun tegas dan langsung kepada sasaran yang dituju.
2) Interaksi Simbolik :
Interaksi Simbolik merupakan salah satu varian tradisi sosial budaya melalui pendekatan hubungan sosial. George Herbert Mead sebagai bapak interaksionisme simbolik menganggap bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda- benda dan peristiwa- peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mulanya dan meramalkannya. Menurut Blumer, interaksi simbolik dibangun atas tiga dasar pemikiran, yaitu :
1. Manusia berperilaku terhadap hal- hal berdasarkan makna yang dimiliki hal- hal tersebut baginya.
2. Makna hal- hal itu berasal dari atau muncul dari interaksi sosial yang pernah dilakukan dengan orang lain.
3. Makna- makna itu dikelola dalam dan diubah melalui proses penafsiran yang dipergunakan oleh orang yang berkaitan dengan hal- hal yang dijumpainya.
Apabila dikaitkan dengan proses pemilihan dan pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, tentunya dapat dilihat dari pemilihan orang- orang yang telah disiapkan oleh Presiden SBY untuk mengisi pos- pos menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Presiden SBY akan memilih orang- orang yang telah ia kenal secara personel sebelumnya di mana Presiden SBY telah melakukan komunikasi interpersonal secara tatap muka dialogis timbal balik atau “face to face dialogical reciprocal”, sehingga Presiden SBY tentunya telah mengenal secara mendalam orang yang akan ia tempatkan menjadi pembantunya di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dengan artian Presiden SBY telah mengetahui kualitas masing- masing dan hasil kerja yang pernah dicapai oleh masing- masing di Institusinya.
3). Konstruksi Sosial
Konstruksi Sosial merupakan salah satu varian dari tradisi Sosial Budaya yang mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Dengan kata lain, realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya. Sehingga sebuah kenyataan dalam lingkungan yang ada dalam suatu kelompok, merupakan apa yang telah dihasilkan oleh kelompok itu sendiri dari hasil interkasi yang dilakukan oleh individu – individu yang ada dalam kelompok tersebut.
Apabila dikaitkan dengan proses pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentunya memilih calon-calon menteri yang akan mengisi pos-pos di kabinet memang berdasarkan fenomena dan realitas yang telah beliau lihat sebelumnya. Sebagai contoh, pada saat memilih calon menteri dari kelompok Profesional, Presiden SBY telah melihat realita yang telah ditunjukkan oleh kelompok Profesional. Kinerja para calon menteri dari kaum profesional beberapa tahun kebelakang. Sebagai contoh, saat memilih calon menteri Luar Negeri. Presiden SBY telah melihat kinerja dari Marty Natalegawa sebagai salah satu perwakilan Indonesia di PBB. Hal yang sama juga terjadi pada situasi pemilihan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Kinerja yang cukup baik telah di tunjukkan oleh Sri Mulyani yang memang berasal dari kaum profesional dalam beberapa tahun kebelakang.
Melihat fakta tersebut, dapat dikaitkan bahwa realita yang telah ditunjukkan oleh kelompok profesional dalam beberapa tahun kebelakang membuat Presiden SBY menjadikan hal tersebut sebagai dasar penunjukkan beberapa calon menteri dari kelompok profesional. Dalam hal ini, orang-orang dari kelompok profesional dapat menunjukkan produk yang dihasilkan dari kelompok mereka sehingga membentuk sebuah realitas yang dapat dilihat secara menyeluruh.





Analisis Proses Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II Berdasarkan Tradisi Sosial Budaya.
Tiga Varian Tradisi Sosial Budaya

1) Sosial Lingustik :
Varian ini lebih berbicara mengenai bahasa, arti bahasa tergantung pada penggunaannya. Bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Bahasa adalah suatu permainan sebab orang- orang mengikuti aturan untuk berbuat berbagai hal dengan bahasa. Apabila dikaitkan dengan proses pemilihan dan pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II tentunya dapat dilihat dari pidato Presiden SBY pada saat mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II dan saat jumpa pers di kediaman Puri Cikeas setelah mewawancarai para calon menteri yang akan mengisis

Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Bahasa yang dipergunakan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pada saat jumpa pers di kediamannya lebih menggunakan bahasa sehari- hari dan lebih berkesan santai. Sapaan- sapaan Bapak SBY kepada wartawan yang ada di Cikeas juga terkesan santai. Meskipun menggunakan bahasa sehari- hari dan terkesan santai, akan tetapi Presiden SBY dapat menyampaikan informasi mengenai hasil wawancara dan proses wawancara yang dilakukan kepada para calon menteri. Dalam jumpa pers tersebut Presiden SBY beberapa kali menekankan transparansi jalannya proses wawancara, sehingga rakyat pun dapat mengetahuinya. Kalimat- kalimat yang digunakan Presiden SBY untuk menjelaskan proses wawancara memang cukup dapat mengarahkan opini rakyat seperti yang diinginkan oleh Presiden SBY, tentunya dengan bantuan media.
Sedangkan ketika Pidato Presiden saat mengumumkan susunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II lebih bersifat formal, karena memang disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Bahasa- bahasa yang digunakan pun tegas dan langsung kepada sasaran yang dituju.
2) Interaksi Simbolik :
Interaksi Simbolik merupakan salah satu varian tradisi sosial budaya melalui pendekatan hubungan sosial. George Herbert Mead sebagai bapak interaksionisme simbolik menganggap bahwa pikiran manusia mengartikan dan menafsirkan benda- benda dan peristiwa- peristiwa yang dialaminya, menerangkan asal mulanya dan meramalkannya. Menurut Blumer, interaksi simbolik dibangun atas tiga dasar pemikiran, yaitu :
1. Manusia berperilaku terhadap hal- hal berdasarkan makna yang dimiliki hal- hal tersebut baginya.
2. Makna hal- hal itu berasal dari atau muncul dari interaksi sosial yang pernah dilakukan dengan orang lain.
3. Makna- makna itu dikelola dalam dan diubah melalui proses penafsiran yang dipergunakan oleh orang yang berkaitan dengan hal- hal yang dijumpainya.
Apabila dikaitkan dengan proses pemilihan dan pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, tentunya dapat dilihat dari pemilihan orang- orang yang telah disiapkan oleh Presiden SBY untuk mengisi pos- pos menteri di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Presiden SBY akan memilih orang- orang yang telah ia kenal secara personel sebelumnya di mana Presiden SBY telah melakukan komunikasi interpersonal secara tatap muka dialogis timbal balik atau “face to face dialogical reciprocal”, sehingga Presiden SBY tentunya telah mengenal secara mendalam orang yang akan ia tempatkan menjadi pembantunya di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dengan artian Presiden SBY telah mengetahui kualitas masing- masing dan hasil kerja yang pernah dicapai oleh masing- masing di Institusinya.
3). Konstruksi Sosial
Konstruksi Sosial merupakan salah satu varian dari tradisi Sosial Budaya yang mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Dengan kata lain, realitas dikonstruksikan secara sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya. Sehingga sebuah kenyataan dalam lingkungan yang ada dalam suatu kelompok, merupakan apa yang telah dihasilkan oleh kelompok itu sendiri dari hasil interkasi yang dilakukan oleh individu – individu yang ada dalam kelompok tersebut.
Apabila dikaitkan dengan proses pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentunya memilih calon-calon menteri yang akan mengisi pos-pos di kabinet memang berdasarkan fenomena dan realitas yang telah beliau lihat sebelumnya. Sebagai contoh, pada saat memilih calon menteri dari kelompok Profesional, Presiden SBY telah melihat realita yang telah ditunjukkan oleh kelompok Profesional. Kinerja para calon menteri dari kaum profesional beberapa tahun kebelakang. Sebagai contoh, saat memilih calon menteri Luar Negeri. Presiden SBY telah melihat kinerja dari Marty Natalegawa sebagai salah satu perwakilan Indonesia di PBB. Hal yang sama juga terjadi pada situasi pemilihan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Kinerja yang cukup baik telah di tunjukkan oleh Sri Mulyani yang memang berasal dari kaum profesional dalam beberapa tahun kebelakang.
Melihat fakta tersebut, dapat dikaitkan bahwa realita yang telah ditunjukkan oleh kelompok profesional dalam beberapa tahun kebelakang membuat Presiden SBY menjadikan hal tersebut sebagai dasar penunjukkan beberapa calon menteri dari kelompok profesional. Dalam hal ini, orang-orang dari kelompok profesional dapat menunjukkan produk yang dihasilkan dari kelompok mereka sehingga membentuk sebuah realitas yang dapat dilihat secara menyeluruh.





0 komentar:

Posting Komentar